Selasa, 15 Februari 2011

Do'a Iftitah

                   Setelah takbiratul ihraam, selanjutnya kita disunnahkan membaca Do’a iftitah yang diajarkan oleh Rasulullah Shollallaahu ‘Alahi wa sallam. Banyak bacaan do’a iftitah yang disebutkan dalam hadits yang shohih. Disunnahkan untuk membaca salah satu dari doa tersebut dan para Ulama’ menjelaskan bahwa yang terbaik adalah kita berganti-ganti membacanya pada setiap sholat, sehingga tidak hanya terpaku pada satu macam bacaan iftitah pada setiap sholat kita. Dalam satu sholat kita menggunakan satu macam bacaan, kemudian pada sholat berikutnya menggunakan macam bacaan yang lain. Hal tersebut akan lebih tepat dan sesuai dengan Sunnah Nabi serta akan lebih memudahkan kita mengamalkan seluruh bacaan-bacaan yang dituntunkan oleh beliau. Namun, jika dia tidak mampu menghapalnya kecuali hanya satu saja dan selalu membaca satu macam tersebut pada setiap sholat, maka hal itu tidaklah mengapa. Di antara bacaan-bacan iftitah yang diajarkan oleh Rasulullah  Shollallaahu ‘Alahi wa sallam  adalah :

1) Bacaan yang disebutkan dalam Hadits Al-Bukhari-Muslim dari Sahabat Abu Hurairah 4:
اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ اْلمَشْرِقِ وَاْلمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِاْلمَاءِ وَالثَّلْجِ وَاْلبَرَدِ 
“ Ya Allah jauhkanlah antara aku dengan dosa-dosaku sebagaimana Engkau menjauhkan antara barat dengan timur. Ya Allah bersihkan aku dari dosa-dosaku sebagaimana terbersihkannya baju putih dari noda (yang mengenainya). Ya Allah cucilah diriku dari dosa-dosaku dengan air, salju, dan embun “ (disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahihnya dari Sahabat Abu Hurairah).
Makna secara umum :
                   Kita memohon kepada Allah supaya Ia jauhkan kita dari perbuatan-perbuatan dosa sebagaimana Ia menjauhkan antara timur dan barat yang tidak akan berkumpul selamanya. Jika sampai kita terjerumus ke dalam dosa, kita mohon ampunanNya dan mohon dibersihkan dari dosa-dosa tersebut sebagaimana bersihnya pakaian yang putih dari noda. Kemudian kita memohon kepada Allah supaya Ia membersihkan diri kita dari bekas dosa tersebut agar benar-benar bersih dan suci dengan kiasan penggunaan air, salju, dan embun. Air untuk membersihkan, sedangkan dinginnya salju dan embun merupakan kiasan untuk menghilangkan pengaruh api neraka (AnNaar) yang panas membakar 5. Imam AlKhottoby mengatakan : “ Penyebutan salju dan embun sebagai bentuk penguatan (akan semakin bersih hasilnya jika air ditambah dengan salju dan embun,- pent.) karena keduanya (salju dan embun) tidak tersentuh/dijamah oleh tangan-tangan”. Ibnu Daqiiqil ‘Ied berkata : “ Pengibaratan semacam itu menunjukkan pembersihan yang sempurna. Karena baju yang dicuci berkali-kali dengan 3 unsur tersebut (air, salju, dan embun) akan mengalami kebersihan yang sempurna “ 6 

Rincian Makna :
اللَّهُمَّ بَاعِدْ = Ya Allah jauhkanlah
 بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ   = antara diriku dengan dosa-dosaku
كَمَا بَاعَدْتَ = sebagaimana Engkau jauhkan  
بَيْنَ اْلمَشْرِقِ وَاْلمَغْرِبِ = antara timur dengan barat
اللَّهُمَّ نَقِّنِي = Ya Allah bersihkanlah aku
مِنْ خَطَايَايَ=    dari dosa-dosaku
كَمَا يُنَقَّى =  sebagaimana terbersihkannya  
الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ = pakaian putih
مِنَ الدَّنَسِ  = dari noda
اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي = Ya Allah cucilah diriku
مِنْ خَطَايَايَ=    dari dosa-dosaku
بِاْلمَاءِ وَالثَّلْجِ وَاْلبَرَدِ  = dengan air, salju, dan embun

2) Bacaan yang disebutkan dalam hadits Umar bin al-Khottob diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shohihnya, dan dari Aisyah diriwayatkan oleh Abu Dawud, serta dari Anas yang diriwayatkan oleh Imam AdDaaruquthni 7:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ

“ Maha Suci Engkau Ya Allah dan (bersamaan dengan itu) aku memujiMu dan sungguh banyak barokah yang terkandung pada NamaMu, dan Maha Tinggi KeagunganMu, dan tidak ada sesembahan yang haq selainMu “

Makna secara umum :
          Kita mensucikan Allah dari segala aib dan kekurangan. Allah tersucikan dan amat jauh dari segala kekurangan-kekurangan, dan kita puji Ia karena memiliki segala Sifat-Sifat kesempurnaan dan Perbuatan-perbuatan kebaikan, kemudian kita tetapkan dan yakini bahwa pada Nama Allah terkandung barokah (kebaikan yang banyak) yang melimpah, serta kita bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq untuk diibadahi selain Allah. Hanya Allahlah satu-satunya Ilaah (sesembahan) yang benar (haq), tidak kita sekutukan Ia dengan apapun dalam ibadah.

Rincian Makna :
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ = Maha Suci Engkau Ya Allah

وَبِحَمْدِكَ =  dan (aku) memujiMu

وَتَبَارَكَ اسْمُكَ   = dan pada NamaMu terkandung barokah yang melimpah
 وَتَعَالَى جَدُّكَ = dan Maha Tinggi KeagunganMu
وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ  = dan tidak ada sesembahan yang haq selainMu

Penjelasan :
          Pada bacaan ini terkandung pensucian, pujian, pengagungan,  pengesaan Allah.

a) Pensucian (kalimat tasbih)
Ketika kita membaca :  سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ , kita sucikan Allah dari segala hal yang tidak pantas dinisbatkan kepada Allah, Sang Pemilik segala Kesempurnaan. Kita sucikan Ia dari segala sifat-sifat kekurangan seperti lemah, lupa, lalai, ngantuk, tidur, capek, tuli, dan segala macam aib dan kekurangan yang bisa dijumpai pada makhluk, sebagaimana Allah sendiri mensucikan diriNya dalam KalamNya yang mulia :
  وَمَا كَانَ اللهُ لِيُعْجِزَهُ مِنْ شَيْءٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلاَ فِي اْلأَرْضِ (فاطر : 44)
“ Dan tidak ada suatu pun bagi Allah yang dapat melemahkanNya di langit maupun di bumi “(Q.S Faathir : 44)

وَمَا كَانَ رُبُّكَ نَسِيََّا ( مريم : 64)

Dan sekali-kali Tuhanmu tidak akan lupa …”(Q.S Maryam : 64)

وَمَا اللهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ( البقرة : 74)

Dan Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kalian perbuat “(Q.S AlBaqoroh : 74)

 لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَّلاَ نَوْمٌ (البقرة :255)

“ Dan tidaklah menghinggapiNya ngantuk maupun tidur (Q.S AlBaqoroh : 255)

وَلَقَدْ خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَّمَا مَسَّنَا مِنْ لُُّغُوْبٍ ( ق : 38)
“ Dan sungguh telah Kami ciptakan langit-langit dan bumi dan di antara keduanya dalam enam hari dan tidaklah menghinggapi Kami perasaan capek “ (Q.S Qoof : 38)
Dan sabda Rasulullaah shollallaahu ‘alaihi wa sallam kepada para Sahabatnya ketika beliau memberi nasehat kapada para Sahabat yang meninggikan suara ketika berdoa:

إِنَّكُمْ لاَ تَدْعُوْنَ أَصَمَّ وَلاَغَائِبًا إِنَّمَا تَدْعُوْنَ سَمِيْعًا قَرِيْبًا مُجِيْبًا

“Sesungguhnya kalian tidak berdoa kepada Dzat yang tuli atau tiada, sesungguhnya kalian berdoa kepada Yang Maha Mendengar lagi dekat dan Maha mengabulkan doa “ (H.R Al-Bukhari, Ibnu Hibban dalam Shahihnya dan Abu Dawud dalam Sunannya)
Kita juga mensucikan Allah dari segala tindakan, persangkaan dan anggapan yang mengada-ada dari orang-orang musyrikin, Yahudi, dan Nasrani. Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman :
أَمْ لَهُمْ إِلهٌ غَيْرُ اللهِ سُبْحَانَ اللهِ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ (فاطر : 43)
“Apakah mereka memiliki sesembahan selain Allah ? Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan “ (Q.S Faathir : 43)
مَا اتَّخَذَ اللهُ مِنْ وَلَدٍ وَّمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلهٍ إِذًا لَّذَهَبَ كُلُّ إِلهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلاَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ سُبْحَانَ اللهِ عَمَّا يَصِفُوْنَ (المؤمنون : 91)
Sekali –kali Allah tidak mengangkat anak dan tidak ada bersamanya Ilaah (sesembahan yang haq), jika ada Ilaah lain selainNya, maka setiap Ilaah tersebut akan bersama ciptaannya masing-masing dan akan saling mengalahkan satu sama lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan “(Q.S Al-Mu’minuun:91)
Allah juga Maha Suci dari anggapan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menyatakan bahwa Ia memiliki anak dan istri, sebagaimana dalam FirmanNya :
وَقَالَتِ اْليَهُوْدُ عُزَيْرُنِ ابْنُ اللهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى اْلمَسِيْحُ ابْنُ اللهِ ذلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُوْنَ قَوْلَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللهُ أَنّى يُؤْفَكُوْنَ  (التوبة :30)
“ Orang-orang yahudi berkata : Uzair adalah anak Allah dan orang-orang nashrani berkata : al-Masih adalah anak Allah. Itu adalah ucapan mereka dengan mulut-mulut mereka menyamai perkataan orang-orang kafir sebelumnya. Allah melaknat mereka. Bagaimana mereka bisa dipalingkan (dari al-haq)?(Q.S AtTaubah :30)
أَنّى يَكُوْنُ لَهُ وَلَدٌ وَّلَمْ تَكُنْ لَهُ صَاحِبَةٌ (الأنعام : 101)
“ Pantaskah bagiNya memiliki anak padahal ia tidak memiliki istri ?”(Q.S AlAn-aam : 101)
Allah Maha Suci dan kita sucikan Allah dengan bacaan tasbih itu dari segala kekurangan secara mutlak.
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ اْلعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ  وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Maha Suci Tuhanmu Yang mempunyai Keperkasaan dari apa yang mereka katakan. Dan keselamatan atas para Rasul. Dan segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam”(Q.S AshShooffaat : 180-182).
Kumandangkanlah makna pensucian ini dalam hati anda ketika membaca bacaan tasbih, baik dalam doa iftitah ini maupun bacaan-bacaan tasbih lain di dalam maupun di luar sholat.

b) Pujian (kalimat tahmid)
          Setelah kita sucikan Allah dari segala hal yang tidak boleh dinisbatkan kepadaNya, kita puji Ia Sang Pemilik Segala Kesempurnaan dengan ucapan :  وَبِحَمْدِكَ (dan aku memujiMu). Kita memujiNya karena kesempurnaan yang menyeluruh pada Nama, Sifat, dan PerbuatanNya. PerbuatanNya senantiasa berada dalam orbit keadilan dan kebaikan (ihsaan) serta keutamaan/kelebihan (fadl)  yang diberikan kepada hambaNya. Ia Maha Adil, tidak sedikitpun berbuat dzhalim pada hambaNya. Seorang hamba tidak akan diadzab karena perbuatan yang tidak dilakukannya, masing-masing mendapat balasan sesuai dengan perbuatannya. Maka bagi hamba yang berdosa Allah sikapi ia dengan keadilan :
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا (الشورى : 40)
“ Dan balasan keburukan adalah sama (sebanding) dengan keburukan yang diperbuat “ (Q.S AsySyuura : 40)
Tidak Allah tambahi balasan bagi orang yang berbuat dosa lebih dari yang ia perbuat. Tapi, untuk orang yang berbuat kebaikan, Allah lipatgandakan balasan kebaikan baginya, sebagai bentuk rahmat dan karunia serta keutamaan yang diberikan Allah bagi hamba-hambaNya yang beriman :
مَنْ جَاءَ بِاْلحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا (الأنعام : 160)
“ Barangsiapa yang berbuat kebaikan, baginya mendapat sepuluh kali lipat (balasan) “(Q.S AlAn-aam :160)
 Dengan kasih sayang (rahmat)-Nya yang melampaui dan lebih dominan dari kemurkaanNya, Ia mudahkan hambaNya untuk mendapatkan kebaikan dan jalan menuju keridlaanNya. Disebutkan dalam sebuah hadits : 
عَنِ بْنِ عَبَّاسٍ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْمَا يَرْوِي عَنْ رَبِّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قَالَ إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذلِكَ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعُمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيْرَةٍ وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً (متفق عليه)
 "  Dari Sahabat Ibnu Abbas dari Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wa sallam  berdasarkan apa yang beliau riwayatkan dari Tuhannya Tabaaroka Wa Ta’ala (hadits Qudsi) . Rasulullah bersabda : Sesungguhnya Allah menetapkan (pencatatan) kebaikan-kebaikan dan keburukan – keburukan, kemudian menjelaskan hal itu : “ Barangsiapa yang memiliki tekad kuat untuk melaksanakan kebaikan tetapi tidak jadi mengerjakannya maka Allah catatkan baginya satu kebaikan yang sempurna, jika ia bertekad kuat dan mengerjakannya Allah Azza wa Jalla catatkan baginya 10 sampai 700 kali lipat kebaikan sampai berlipat-lipat banyaknya. Jika ia bertekad mengerjakan suatu kejahatan, kemudian ia urungkan (karena takut kepada Allah), maka Allah akan catat baginya satu kebaikan secara sempurna. Jika ia bertekad mengerjakan kejahatan dan ia kerjakan, maka Allah akan catatkan baginya satu kejahatan saja “ (H.R Al-Bukhari – Muslim)
          Subhaanallaah, bagaimana kita tidak bersyukur dan memuji Allah atas rahmat-Nya tersebut. Sehingga memang sungguhlah keterlaluan bagi seorang hamba jika dengan kemudahan-kemudahan ini, timbangan amal keburukannya masih lebih berat dibanding timbangan amal kebaikannya –semoga Allah menjadikan timbangan amal kebaikan kita lebih berat dari timbangan amal keburukan kita, dan semoga Ia mengampuni dosa-dosa kita dan kaum muslimin seluruhnya -. 
فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِيْنُهُ فَأُولَئِكَ هُمُ اْلمُفْلِحُوْنَ (8) وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِيْنُهُ فَأُولَئِِكَ الَّذِيْنَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ بِمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَظْلِمُوْنَ (9) (الأعراف : 8-9)
“ Maka barangsiapa yang lebih berat timbangan (amal kebajikannya), mereka itu adalah orang-orang yang beruntung. Dan barangsiapa yang ringan timbangan (amal kebajikannya) maka mereka itu adalah orang-orang yang rugi dirinya disebabkan karena bersikap dzholim terhadap ayat-ayat Kami “(Q.S Al-A’raaf: 8-9)
Bahkan, kalaupun setara bobot timbangan tersebut, hal itu sudah   merupakan kerugian besar, karena demikian besarnya peluang yang disediakan Allah untuk melipatgandakan amal kebajikan. Sehingga benarlah ucapan salah seorang Sahabat Nabi yang mulya, Abdullah Ibnu Mas’ud –semoga Allah meridlainya- : “ Sesungguhnya seorang hamba jika mengamalkan satu kebajikan tercatat baginya sepuluh kali lipat, jika dia mengamalkan satu keburukan hanya dicatat satu saja. Maka binasalah orang yang (hitungan) satu-satu (keburukan)nya ini mengalahkan (hitungan) sepuluh-sepuluhnya8 

c. Pengagungan
          Dalam doa iftitah ini terkandung pengagungan terhadap Allah dalam 2 kalimat yang diucapkan, yaitu : وَتَبَارَكَ اسْمُكَ  (amat berlimpah barokah yang terkandung dalam NamaMu) dan kalimat :
وَتَعَالَى جَدُّكَ ( dan Maha Tinggi KeagunganMu). Artinya, Nama Allah jika disebut akan mendatangkan barokah bagi pembacanya, dan ketinggian keagungan Allah di atas seluruh keagungan yang ada.
          Sebagai contoh, jika kita menyebut Nama Allah dengan mengucapkan :  بِسْمِ الله pada saat hendak menyembelih hewan kurban, maka turunlah barokah Allah pada hewan sesembelihan tersebut dengan menjadi halal untuk dimakan, berbeda dengan sesembelihan yang tidak dibacakan Nama Allah padanya akan menjadi bangkai yang haram untuk dimakan. Jika kita mengucapkannya sebelum makan, maka Allah akan memberikan barokah sehingga Syaitan tidak bisa makan bersama kita. Jika kita membaca sebelum berwudlu’, maka Allah akan memberkahi kita dengan menjadikan wudlu’ kita lebih sempurna dan sesuai dengan Sunnah RasulNya.9
          Kita tetapkan pula dengan yakin bahwa Maha Tinggi Keagungan Allah, dan paling tinggi di atas keagungan apapun yang ada. Di dunia, banyak raja dan penguasa yang diagungkan, banyak pula materi yang diagungkan, tapi Allah adalah yang jauh paling tinggi dalam hal keagunganNya dibandingkan itu semua.

d. Pengesaan ( Mentauhidkan Allah)
          Doa iftitah ini mengandung tauhidullah dalam kalimat : وَلاَ إِلَهَ   غَيْرُكَ (dan tidak ada sesembahan yang haq selain Engkau). Allah bukanlah satu-satunya sesembahan, karena dalam kenyataan memang ada banyak hal yang disembah selain Allah. Ada berhala, api, matahari, dan sebagainya yang disembah selain Allah. Sehingga ada banyak sesembahan, namun yang haq untuk disembah dan  diibadahi dengan diiringi puncak perasaan tunduk, merendahkan diri, mengagungkan, dan mencintai, hanyalah Allah Subhaanahu wa Ta’ala semata, sedangkan yang lain adalah sesembahan-sesembahan yang batil.
ذلِكَ بِأَنَّ اللهَ هُوَ اْلحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِهِ هُوَ اْلبَاطِلُ ( الحج : 62)
“ Yang demikian itu adalah karena hanya Allahlah satu-satunya (sesembahan) yang haq, adapun yang mereka sembah selainNya adalah batil “(Q.S AlHajj:62)

3) Bacaan berdasarkan hadits dari Sahabat Ibnu Umar yang diriwayatkan Muslim dalam Shahihnya, AtTirmidzi dan AnNasaa’i dalam Sunannya, Ahmad dalam Musnadnya 10:
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَاْلحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً
“ Allah terBesar, aku mengagungkanNya, dan segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, dan Maha Suci Allah pagi dan sore hari “
Keutamaan membaca doa ini :
Dalam hadits tersebut dikisahkan bahwa ketika salah seorang Sahabat membaca bacaan tersebut dengan keras dalam sholat, dan ketika selesai sholat Rasulullah bersabda : “ Aku takjub dengan kalimat yang dibacanya, karena dengan kalimat itu dibukalah pintu-pintu langit “. Sahabat Ibnu Umar-sang perawi hadits ini- mengatakan : “ Aku kemudian tidak pernah meninggalkan membaca doa iftitah tersebut sejak aku mendengar Rasulullah mengucapkan (ketakjuban) hal itu “ ( H. R Muslim dalam kitaabussholaah Bab  ‘Maa Yuqoolu bayna takbiirotil ihroom wal qiroo’ah’ nomor 601)

Rincian Makna :
اللهُ أَكْبَرُ = Allahlah yang terBesar di atas segalanya
كَبِيْرًا = aku bertakbir mengagungkanNya     

وَاْلحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا = dan segala puji bagi Allah dengan pujian yang berlimpah
وَسُبْحَانَ اللهِ   = dan Maha Suci Allah   
بُكْرَةً وَأَصِيْلاً = di waktu pagi dan sore hari
Penjelasan :
          Dalam doa ini terkandung takbir, tahmid, dan tasbih. Disebutkan pula dalam doa tersebut bahwa Maha Suci Allah di waktu pagi dan sore hari. Di sini bukan berarti Allah Maha Suci hanya pada kedua waktu itu saja dan tidak pada waktu selainnya. Seperti telah dijelaskan pada doa sebelumnya bahwa Allah Maha Suci atas segala kekurangan dan dalam setiap keadaan. Namun, Allah memerintahkan kita untuk lebih memperhatikan waktu pagi dan sore hari untuk bertasbih mensucikanNya karena padanya terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah yang nampak jelas dari pergantian keadaan gelap ke terang dan sebaliknya. Tasbih kepada Allah di waktu-waktu tersebut semakin ditunjang dengan lapangnya waktu, dan manusia mayoritas tidak tersibukkan dengan keperluan-keperluan hidupnya. Sebagaimana firmanNya :
يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اْذكُرُوا اللهَ ذِكْرًا كَثِيْرًا  (41) وَسَبِّحُوْهُ بُكْرَةً وَّأَصِيْلاً (42) (الأحزاب : 41-42)
“Wahai orang-orang yang beriman, banyaklah berdzikir kepada Allah. Dan sucikanlah Ia (bertasbihlah) pada waktu pagi dan sore hari (Q.S AlAhzaab : 41-42)
Asy Syaikh Abdurrahman bin AsSa’di dalam tafsirnya menjelaskan :
بُكْرَةً وَّأَصِيْلاً وَسَبِّحُوْهُ : yaitu pada waktu permulaan siang dan akhirnya. (Perintah bertasbih pada saat-saat itu) adalah karena keutamaan dan kemulyaannya dan kemudahan beramal pada saat itu
فَسُبْحَانَ اللهِ حِيْنَ تُمْسُوْنَ وَحِيْنَ تُصْبِحُوْنَ (الروم : 17)
“ Maka  Maha Suci Allah ketika kalian berada di waktu sore dan ketika kalian berada di waktu pagi “ (Q.S ArRuum : 17)
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan : “Ini adalah tasbih (pensucian) Allah untuk diriNya Yang Mulya dan petunjuk kepada hamba-hambaNya untuk bertasbih dan memujiNya di waktu – waktu ‘pergantian’ yang menunjukkan atas kesempurnaan dan keagungan kekuasaanNya pada saat sore hari yaitu menjelang datangnya malam dengan kegelapannya dan ketika pagi hari menjelang bersinarnya siang karena cahaya “
 AlAbhary menjelaskan bahwa pada waktu itu Malaikat siang dan Malaikat malam berkumpul11
Imam Ibnu Katsir menjelaskan : “Pada setiap hamba Allah (manusia) terdapat Malaikat yang bergantian menjaga pada malam dan siang hari. Menjaganya dari hal – hal buruk yang bisa menimpanya. Sebagaimana juga ada malaikat yang bergantian bertugas mencatat amalan-amalannya baik dan buruk, Malaikat pada waktu malam dan Malaikat pada waktu siang. Dua malaikat ada di kanan dan kiri mencatat amalan. Yang sebelah kanan mencatat amal kebajikan, sedangkan yang sebelah kiri mencatat amal keburukan. Dua malaikat yang lain menjaganya Satu di belakang dan satu di depan. Sehingga ada empat Malaikat di siang hari dan empat Malaikat di malam hari saling bergantian menjaga dan mencatat. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Shohih :
يَتَعَاقَبُوْنَ فِيْكُمْ مَلاَئِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلاَئِكَةٌ بِالنَّهَارِ وَيَجْتَمِعُوْنَ فِي صَلاَةِ اْلفَجْرِ وَصَلاَةِ اْلعَصْرِ ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِيْنَ بَاتُوْا فِيْكُمْ فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي فَيَقُوْلُوْنَ تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّوْنَ وَأَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّوْنَ
“ Saling bergantian terhadap kalian para Malaikat malam dan Malaikat siang. Mereka berkumpul di sholat fajar dan sholat ‘asr kemudian Malaikat yang menginap(melewati malam) bersama kalian naik ke atas (langit) kemudian Tuhan kalian bertanya, padahal Dia lebih tahu tentang keadaan mereka : ‘Bagaimana kalian tinggalkan hamba-hambaKu?’ Malaikat-malaikat tersebut menjawab :’kami tinggalkan mereka dalam keadaan sholat, dan kami mendatangi mereka dalam keadaan sholat’ (H.R Al-Bukhari – Muslim) 12 Disunnahkan pula membaca dzikir-dzikir yang disyari’atkan Rasul pada saat pagi dan petang.

4) Bacaan do’a iftitah berdasarkan hadits Anas diriwayatkan oleh Muslim dalam Shohihnya, Abu Dawud dalam Sunannya, Ahmad dalam Musnadnya, dan  Ibnu Khuzaimah dalam Shohihnya:

اْلحَمْدُ ِللهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ
“Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, baik, dan diberkahi padanya “13

Keutamaan Membaca Doa ini :
Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “ Sungguh aku telah melihat 12 Malaikat yang saling berebut untuk mengangkat (kalimat) tersebut (ke langit) " . Dijelaskan oleh para Ulama’ bahwa karena demikian mulyanya ucapan itu para Malaikat berebut untuk mencatat dan mengangkatnya ke langit untuk ditunjukkan kepada Allah 14

Rincian Makna :
اْلحَمْدُ ِللهِ = Segala pujian hanyalah milik Allah
حَمْدًا كَثِيْرًا = dengan pujian yang banyak

طَيِّبًا = (pujian ) yang baik

مُبَارَكًا فِيْهِ   = (pujian) yang diberi tambahan kebaikan padanya

Penjelasan :
          Kita memuji Allah karena seluruh kebaikan bersumber dari kebaikan, fadhilah, rahmatNya. Segala pujian bermuara kepada Allah semata, Sang Pemilik Segala Kesempurnaan dalam Dzat, Sifat, dan PerbuatanNya. Sesungguhnya sekalipun kita menghimpun seluruh pujian yang bisa diucapkan oleh seluruh makhluk kepada Allah, hal itu masih tidak akan bisa mencukupi pujian yang pantas bagi Allah. Kita juga tidak akan bisa merangkai kalimat pujian yang mencakup keseluruhan kesempurnaan pujian tersebut. Namun, kita memujiNya sesuai dengan cara dan lafadz pujian yang dituntunkan oleh UtusanNya. Salah satunya adalah dengan doa iftitah yang bisa kita baca dalam sholat ini. Dalam doa ini terkandung pujian kepada Allah dengan pujian yang banyak lagi baik serta berlimpah tambahan kebaikan pujian tersebut. Makna  kalimat مُبَارَكًا فِيْه dijelaskan oleh Ibnu Hajar 15 adalah : ‘tambahan kebaikan’. Sebagaimana dalam ayat AlQuran disebutkan :

وَجَعَلَ فِيْهَا رَوَاسِيَ مِنْ فَوْقِهَا وَبَارَكَ فِيْهَا ... (حم السجدة/ فصلت(41) :  10)

"Dan Dialah (Allah) yang menjadikan gunung di atasnya (bumi) dan memberikan tambahan kebaikan padanya" Q.S Haamim AsSajdah/ Fusshilat (41) ayat 10)

5) Bacaan yang disebutkan dalam hadits Ali bin Abi Tholib diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud,AtTirmidzi, AnNasaa’i, AdDaarimi, AlBaihaqi, AdDaaruquthni, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban  :

عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ قَالَ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ حَنِيْفًا وَمَا أَنَا مِنَ اْلمُشْرِكِيْنَ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي ِللهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ اْلمُسْلِمِيْنَ اللَّهُمَّ أَنْتَ اْلمَلِكُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَنْتَ رَبِّي وَأَنَا عَبْدُكَ ظَلَمْتُ نَفْسِي وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِي ذُنًُوْبِي جَمِيْعًا إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ وَاهْدِنِي  ِلأَحْسَنِ اْلأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِي  ِلأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لاَ يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَاْلخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

“Aku hadapkan wajahku kepada Pencipta langit dan bumi secara lurus kepada agama yang haq dan aku bukanlah bagian dari orang-orang yang berbuat syirik. Sesungguhnya sholatku, ibadah, hidup, dan matiku hanyalah milik Allah Tuhan Penguasa seluruh alam yang tidak ada sekutu bagiNya dan untuk itulah aku diperintah, dan aku termasuk bagian dari orang-orang muslim. Ya Allah, Engkaulah Raja (Penguasa) yang tidak ada sesembahan yang haq kecuali Engkau. Engkaulah Tuhanku dan aku adalah hambaMu. Aku telah berbuat dzholim pada diriku sendiri, dan aku mengakui dosaku, karena itu ampunilah dosa-dosaku seluruhnya karena tidak ada yang bisa mengampuni  dosa kecuali Engkau. Dan tunjukilah aku pada akhlaq-akhlaq yang baik. Tidak ada yang bisa menunjuki pada kebaikan akhlaq kecuali Engkau. Dan palingkanlah aku dari akhlaq yang buruk, tidak ada yang bisa memalingkan aku darinya kecuali Engkau. Aku akan berusaha tetap dalam ketaatan kepadaMu dan memperjuangkan perintahMu. Kebaikan seluruhnya ada di Kedua TanganMu, dan keburukan tidaklah dinisbatkan kepadaMu. Aku senantiasa berlindung padaMu dan memohon taufiq kepadaMu.  Engkaulah sumber dan penentu keberkahan yang melimpah dan Engkaulah Yang Maha Tinggi. Aku memohon ampun dan bertaubat kepadaMu”

Rincian Makna :
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ = aku hadapkan wajahku/tujukan ibadahku
لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ = kepada Yang Menciptakan langit dan bumi
حَنِيْفًا   = secara lurus  
وَمَا أَنَا مِنَ اْلمُشْرِكِيْنَ =   dan aku bukanlah termasuk orang musyrik
إِنَّ صَلاَتِي  = sesungguhnya sholatku
وَنُسُكِي  = dan ibadah/ sesembelihanku
وَمَحْيَايَ = dan hidupku
وَمَمَاتِي = dan kematianku
ِللهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ = untuk Allah Tuhan seluruh alam
لاَ شَرِيْكَ لَهُ  = tidak ada sekutu bagiNya
وَبِذلِكَ أُمِرْتُ = dan untuk itulah aku diperintah
وَأَنَا مِنَ اْلمُسْلِمِيْنَ = dan aku termasuk orang muslim
اللَّهُمَّ =  Ya Allah
أَنْتَ اْلمَلِكُ   = Engkaulah Raja (Penguasa)
لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ  = tidak ada sesembahan yang benar kecuali Engkau
أَنْتَ رَبِّي Engkaulah Tuhanku
وَأَنَا عَبْدُكَ = dan aku adalah hambaMu
ظَلَمْتُ نَفْسِي = aku telah mendzholimi diri sendiri
وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِيْ = dan aku mengakui dosaku
فَاغْفِرْ لِي = maka ampunilah aku
ذُنًُوْبِي جَمِيْعًا   = (ampunilah) dosa-dosaku seluruhnya
إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ  = sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni dosa
إِلاَّ أَنْتَ = kecuali Engkau
وَاهْدِنِي = dan tunjukilah aku
ِلأَحْسَنِ اْلأَخْلاَقِ = kepada kebaikan akhlaq
لاَ يَهْدِي  ِلأَحْسَنِهَا = tidak ada yang bisa menunjukkan pada kebaikannya
إِلاَّ أَنْتَ = kecuali Engkau
وَاصْرِفْ عَنِّي   = palingkanlah dariku
سَيِّئَهَا = keburukannya
لاَ يَصْرِفُ عَنِّي = tidak ada yang bisa memalingkan dari aku
سَيِّئَهَا = keburukannya
إِلاَّ أَنْتَ = kecuali Engkau
لَبَّيْكَ = aku tetap dalam ketaatan kepadaMu
وَسَعْدَيْكَ  = dan memperjuangkan (tercapainya) perintahMu
وَاْلخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ = dan kebaikan seluruhnya ada di Kedua TanganMu
وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ  = dan keburukan tidaklah dinisbatkan padaMu
أَنَا بِكَ = aku berlindung kepadaMu
وَإِلَيْكَ = dan memohon taufiq kepadaMu
تَبَارَكْتَ  = Engkaulah sumber dan penentu keberkahan yang melimpah
وَتَعَالَيْتَ = dan Engkaulah Yang Maha Tinggi
أَسْتَغْفِرُكَ = aku memohon ampunan kepadaMu
وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ = dan aku bertaubat kepadaMu

Penjelasan :
          Maha Suci Allah dan segala puji bagiNya yang telah mengajarkan lafadz doa mulya ini melalui lisan RasulNya. Sungguh kita sangat butuh dengan kandungan yang terdapat dalam doa iftitah ini. Doa ini mengandung beberapa hal penting :

1. Penetapan tauhid bagi Allah.
          Allahlah Pencipta, Pengatur, dan Penguasa seluruh alam semesta karena itu hanya Dialah satu-satunya Dzat yang berhak diibadahi dengan sebenar-benarnya. Ibadah dari seorang hamba haruslah murni untukNya, tidak dibagi dengan yang selainnya. Bahkan hidup dan mati seorang hamba harusnya dipasrahkan dan dipersembahkan untukNya semata. Semoga kalimat yang sudah kita pahami maknanya ini benar-benar kita hayati dalam bacaan sholat kemudian Allah memberikan taufiq kepada kita untuk melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari secara istiqomah sampai Ia tentukan saat perjumpaan kita denganNya dalam keadaan tidak menyelisihi ‘ikrar’ ini.

2. Pengakuan bahwa Dialah Tuhan kita dan kitalah hambaNya, seperti dalam pernyataan :
أَنْتَ رَبِّي وَأَنَا عَبْدُكَ

“Engkaulah Tuhanku dan aku adalah hambaMu”

Pembaca sekalian, -semoga Allah senantiasa menganugerahkan kepada kita RahmatNya- sesungguhnya predikat yang sangat mulya bagi seorang manusia adalah ketika ia berhasil menjalankan kedudukannya sebagai hamba Allah dengan sebenar-benarnya.
          Predikat sebagai ‘hamba Allah’ adalah predikat yang sangat mulya. Bahkan, dengan kemulyaan tersebut Allah Subhaanahu Wa Ta’ala setiap kali hendak menunjukkan ketinggian kedudukan Rasulullah Muhammad Shollallaahu ‘alaihi wasallam dan melakukan pembelaan terhadap beliau senantiasa menyebut beliau sebagai ‘hamba’-Nya. Anda bisa menyimak dalam ayat-ayat berikut, di antaranya :

سُبْحَانَ الَّذِيْ أَسْرَى بِعَبْدِهِ  لَيْلاً مِّنَ اْلمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى اْلمَسْجِدِ اْلأَقْصَى
Maha Suci (Allah) Yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha…”(Q.S Al-Israa’:1)

         Karena, bagaimanapun hidup seseorang, pastilah ia memilih menjadi seorang hamba. Sebagaimana dijelaskan hal ini oleh seorang ulama’ besar, Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah dalam bait-bait syairnya. Memang benar ucapan beliau, seorang manusia memang memiliki pilihan. Namun, dia tidak akan bisa beranjak dari predikat sebagai hamba. Jika dia tidak mau menjadi hamba Allah, - disadari atau tidak- pasti dia memilih menjadi hamba dan budak bagi yang lain, paling tidak bagi hawa nafsu dan syaitan.
Jadi, sekalipun seseorang mengaku bahwa dirinya adalah suatu pribadi yang bebas, independen, serta tidak terikat dengan berbagai macam aturan, sebenarnya dia telah memilih untuk tidak menjadi hamba Allah. Dia lari dan berupaya keluar dari ikatan syariat dan ingin bebas, namun sebenarnya dia telah memilih menjadi budak yang lain, yaitu hawa nafsu dan syaitan. Ia sesungguhnya telah menghamba dan menyembah hawa nafsunya. Sebagaimana Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman :

أََرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلهَهُ هَوَاهُ

“ Bagaimana pendapatmu tentang orang-orang yang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai sesembahan “ (Q.S AlFurqon : 43)

Seseorang bisa jadi menghamba kepada syaitan dengan mengikuti bisikan-bisikan perintahnya dan meninggalkan aturan-aturan syariat dari Allah. Allah Subhaanahu wa ta’ala telah memberikan bimbingan kepada kita dan mengingatkan agar tidak ‘menyembah’ syaitan dalam firmanNya :

أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لاَ تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

“Bukankah Aku telah mengambil perjanjian dari kalian wahai anak Adam agar kalian tidak menyembah syaitan sesungguhnya ia adalah musuh yang nyata bagimu “ (Q.S Yaasin : 60)
Syaitan akan senantiasa mengajak manusia untuk mensekutukan Allah dan melakukan pelanggaran terhadap syariat – syariat Allah. Seseorang yang berbuat syirik dengan menyembah berhala dan makhluk-makhluk lain selain menyembah kepada Allah, sesungguhnya ia telah menghamba kepada syaitan dengan mengikuti perintah syaitan tersebut. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam pernah mengajak ayahnya untuk beribadah hanya kepada Allah dan meninggalkan sikap menyembah berhala-berhala, yang itu juga berarti menghamba kepada syaitan dalam ucapan beliau yang diabadikan dalam AlQuran :

 ياَ أَبَتِ لاَ تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمنِ عَصِيًّا
“ Wahai ayahandaku, janganlah engkau menyembah syaitan, sesungguhnya syaitan sangat durhaka kepada ArRahmaan “ (Q.S Maryam : 44)

Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya : “ artinya janganlah mentaatinya untuk beribadah kepada berhala-berhala “.
            Setiap manusia sebenarnya dilahirkan dalam keadaan fitrah, dan berdasarkan fitrah tersebut ia mengetahui bahwa ia memiliki Tuhan Penguasa segalanya dan satu-satunya yang berhak dia sembah dan hanya kepadaNya ia menghamba. Setiap orang dilahirkan dalam keadaan demikian. Namun, dalam perkembangan hidupnya, walaupun ia tidak bisa sepenuhnya memungkiri kebenaran nuraninya tersebut, seringkali kesombongan dan kecongkakan menjadikan ia tidak mau terang-terangan mengakui Allah sebagai satu-satunya Tuhan sekaligus satu-satunya sesembahan. Bahkan, Fir’aun yang mengaku sebagai ‘Tuhan Yang Paling Tinggi’, sebenarnya dalam hatinya masih mengakui dakwah Nabi Musa bahwa Allah adalah Tuhan semesta alam dan hanya kepadaNya semua ibadah seorang hamba wajib dipersembahkan. Allah Subhaanahu WaTa’ala mengkhabarkan kepada kita bahwa Fir ’aun dalam hatinya sebenarnya mengakui, namun kesombongannyalah yang menghambatnya :

وَجَحَدُوْا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَّعُلُوًّا

“Dan mereka menentangnya, padahal hati mereka mengakuinya, (tetapi karena) dzholim dan sombong “(Q.S AnNaml : 14)

Bahkan, Fir’aun yang menyebut dirinya Tuhan tersebut sangat tidak percaya diri dan masih membutuhkan dzat tempat bergantung dan berlindung saat tertimpa kekalutan-kekalutan hatinya.
Al-Hasan AlBashri mengatakan : “Fir’aun memiliki sesembahan tersendiri yang ia menyembahnya di saat sendirian “. Dalam riwayat lain, beliau menyatakan : “Fir’aun memiliki sebuah mutiara yang dikalungkan di lehernya, yang ia senantiasa bersujud pada mutiara tersebut “16. Maka tempat bergantung kita dan sesembahan kita satu-satunya adalah Allah semata , yang dalam bacaan iftitah ini kita mengikrarkannya dalam ucapan : وَأَنَا عَبْدُكَ (dan aku adalah hambaMu –Yaa Allah -). Kita seharusnya memilih untuk hanya menjadi hamba Allah semata serta berupaya semaksimal mungkin mewujudkan diri kita sebagai seorang yang benar-benar menjadi hamba Allah. Untuk memurnikan ke-hambaan kita kepadaNya, kita menghamba kepada Allah dengan perasaan tunduk, cinta, dan pengagungan, bukan dengan perasaan terpaksa.

3. Pengakuan bahwa kita telah mendzholimi diri kita sendiri dengan berbuat dosa serta mengharap ampunan dari Allah karena kita yakin Dialah satu-satunya yang bisa mengampuni dosa.
          Ungkapan tersebut terdapat dalam lafadz :

ظَلَمْتُ نَفْسِي وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِي ذُنًُوْبِي جَمِيْعًا إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ
“Aku telah mendzholimi diri sendiri dan aku mengakui perbuatan dosaku, maka ampunilah dosa-dosaku seluruhnya. Sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni dosa kecuali Engkau “
Sungguh indah sekali bimbingan Allah bagi orang yang berdosa untuk meminta ampunan kepadaNya semata, dengan pengakuan bahwa ia telah mendzholimi diri sendiri dengan perbuatan dosa tersebut. Sebagaimana Allah mengajarkan kepada Nabi Adam kalimat taubat, yang di dalamnya terkandung pengakuan bahwa ia telah mendzholimi diri sendiri, sebagaimana disebutkan dalam AlQuran :

قَالاَ رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ
“ Mereka berdua (Adam dan Hawa’) berkata : ‘Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mendzholimi diri kami, jika Engkau tidak mengampuni dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami akan termasuk orang-orang yang merugi “ (Q.S Al-A’raaf : 23)

Pengakuan dosa seorang hamba yang dosanya terkait antara dirinya dengan Allah memang hanya disampaikan kepada Allah, tidak kepada makhluk lain, bahkan disyariatkan untuk dirahasiakan. Jika kita telah melakukan perbuatan dosa yang itu bukan merupakan dosa kita kepada sesama manusia, maka kita harus menyembunyikan dan tidak memberitahukan kepada orang lain bahwa kita telah melakukan perbuatan dosa tersebut. Berkaitan dengan hal ini Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافَى إِلاَّ اْلمُجَاهِرِيْنَ وَإِنَّ مِنَ اْلمُجَاهِرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً ثُمَّ يُصْبِحُ وَقَدْ سَتَرَهُ اللهُ فَيَقُوْلُ يَا فُلاَنُ عَمِلْتُ اْلبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ باَتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سَتْرَ اللهِ عَنْهُ
“ Semua ummatku dimaafkan kecuali al-Mujaahiriin, yaitu seseorang yang berbuat dosa pada malam hari kemudian pada pagi harinya -padahal Allah telah menutupi aibnya itu - dia berkata : ‘Wahai fulan, tadi malam aku berbuat ini dan itu. Padahal malam harinya Allah telah menutup aibnya, pada pagi harinya ia membuka penutup aib dari Allah untuknya tersebut “(H.R Al-Bukhari-Muslim dalam Shahihnya)

Imam AsSuyuthi menjelaskan : Al Mujaahirin adalah seseorang yang menampakkan perbuatan kemaksiatannya dan menceritakan kepada orang lain 17
          Berbeda dengan orang-orang Nashrani yang meyakini adanya pengakuan dosa di hadapan para pendeta dan mereka berkeyakinan pula bahwa dengan pengakuan dosa tersebut dosa mereka akan terampuni, kaum muslimin hanya meyakini Allahlah satu-satunya yang bisa mengampuni dosa.18

4. Permohonan petunjuk kepada akhlaq-akhlaq yang baik dan mohon dijauhkan dari akhlaq-akhlaq yang buruk, disertai keyakinan bahwa hanya Allah saja yang bisa memberi taufiq dan memalingkan dari hal - hal yang demikian. Hal ini terkandung dalam ucapan :

وَاهْدِنِي  ِلأَحْسَنِ اْلأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِي  ِلأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لاَ يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ
“Dan tunjukilah aku pada akhlaq-akhlaq yang baik. Tidak ada yang bisa menunjuki pada kebaikan akhlaq kecuali Engkau. Dan palingkanlah aku dari akhlaq yang buruk, tidak ada yang bisa memalingkan aku darinya kecuali Engkau “
Allah Subhaanahu WaTa’ala menjadikan akhlaq yang baik termasuk bagian dari ketaqwaan seseorang. Sebagaimana disebutkan dalam ayatNya :

أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَاْلكَاظِمِيْنَ اْلغَيْظَ وَاْلعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِ( ال عمران : 133-134)
“ (Surga itu) disediakan bagi orang yang bartaqwa. Yaitu orang yang menginfaqkan hartanya di waktu lapang dan kesempitan dan yang mampu menahan marah serta bersikap pemaaf kepada manusia “(Q.S Ali Imraan : 133-134)
Keutamaan akhlaq yang baik banyak disebutkan oleh Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wasallam dalam hadits beliau :
أَكْمَلُ اْلمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
“ Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya “ (H.R Ahmad, Abu Dawud, AtTirmidzi, dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban).

إِنَّ اْلمُؤْمِنَ لَيُدِْركُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَاتِ الصَّائِمِ وَاْلقَائِمِ
“ Sesungguhnya seorang mukmin dengan kebaikan akhlaqnya bisa mencapai derajat orang-orang yang (banyak) berpuasa dan (banyak) melakukan qiyamullail “ (H.R Ahmad, Abu Dawud, dan dishohihkan oleh Ibnu Hibban)
أَكْثَرُمَا يُدْخِلُ اْلجَنَّةَ تَقْوَى اللهِ وَحُسْنُ اْلخُلُقِ
“(Hal) yang paling banyak memasukkan orang ke dalam surga adalah taqwa kepada Allah dan akhlaq yang baik “(H.R Ahmad, AtTirmidzi, Ibnu Majah, dishahihkan oleh AlHaakim dan Ibnu Hibban)
أَنَا زَعِيْمُ بَيْتٍ فِي أَعْلَى اْلجَنَّةِ لِمَنْ حَسُنَ خُلُقُهُ
“ Aku menjamin rumah di surga yang tertinggi bagi orang yang baik akhlaqnya”(H.R Abu Dawud dan AtThobrooni dan dihasankan oleh AtTirmidzi)
Para Ulama’ Salaf  mendefinisikan akhlaq yang baik, di antaranya :
Hasan al-Bashri mengatakan : “ Akhlaq yang baik adalah dermawan, banyak memberi bantuan, dan bersikap ihtimaal (memaafkan)19.
AsySya’bi menjelaskan : “ Akhlaq yang baik adalah suka memberi pertolongan dan bermuka manis
Ibnul Mubaarok mengatakan : “ Akhlaq yang baik adalah bermuka manis, suka memberi bantuan (ma’ruf) , dan menahan diri untuk tidak mengganggu/menyakiti orang lain20.
          Dalam hadits disebutkan :

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤمِن كُربَةً مِن كُرَبِ الدُّنيَا نَفَّسَ اللهُ عَنهُ كُربَةً مِنْ كرَبِ يَوم القيامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ على مُعسرٍ يَسَّرَ الله عَلَيهِ في الدُّنيَا والآخِرَة، وَمَنْ سَتَرَ مُسلِمَاً سَتَرَهُ الله في الدُّنيَا وَالآخِرَة، وَاللهُ في عَونِ العَبدِ مَا كَانَ العَبدُ في عَونِ أخيهِ
“ Barangsiapa yang menghilangkan kesusahan seorang mukmin di dunia, Allah akan hilangkan kesusahannya nanti pada yaumul qiyaamah, dan barangsiapa yang memberikan kemudahan pada seseorang yang kesulitan, Allah akan memberikan kemudahan baginya di dunia dan di akhirat. Barangsiapa yang menutupi aib saudaranya muslim, Allah akan menutup aibnya di dunia dan di akhirat. Allah  akan menolong hambaNya jika hamba tersebut menolong saudaranya “ (H.R. Muslim )

لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ اْلمَعْرُوْفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تلْقى أَخاَكَ بِوَجْهٍ طَلِقٍ
“ Janganlah sedikitpun meremehkan kebaikan walaupun itu sekedar berwajah manis (berseri-seri) pada saudaramu “(H.R Muslim)

اْلمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ اْلمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِِهِ
“ Seorang muslim (sejati) adalah yang muslim lain selamat dari tangan dan lisannya (tidak menyakiti) (H.R Al-Bukhari-Muslim)

وَاللهِ لاَ يُؤْمِن وَاللهِ لاَ يُؤْمِن وَاللهِ لاَ يُؤْمِن قِيْلَ وَمَنْ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ الَّذِي   لاَ يَأْمَنُ جَارهُ بِوَائِقِهِ
“Demi Allah tidaklah beriman, Demi Allah tidaklah beriman, Demi Allah tidaklah beriman. Para Sahabat bertanya : siapa wahai Rasulullah? Rasul bersabda : orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya “ (H.R Al-Bukhari-Muslim)

4. Pernyataan bahwa kita akan berusaha senantiasa dalam ketaatan kepada Allah dan berupaya memperjuangkan terlaksananya perintahNya, sebagaimana dalam lafadz :
لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ
“ Aku akan berusaha tetap dalam ketaatan kepadaMu dan memperjuangkan (terlaksananya) perintahMu “
Hal ini semakna dengan lafadz yang diucapkan jika kita membaca sayyidul istighfar :

.....وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَاسْتَطَعْتُ .....
“…Aku akan senantiasa berusaha memenuhi perjanjian denganMu semaksimal mungkin yang aku bisa..”(H.R AlBukhari)

5. Pernyataan bahwa kebaikan seluruhnya bersumber dari Allah, sedangkan keburukan tidaklah dinisbatkan kepadaNya,dalam lafadz :
وَاْلخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ
 “ Kebaikan seluruhnya ada di Kedua TanganMu, dan keburukan tidaklah dinisbatkan kepadaMu “
Imam AnNawawi menjelaskan makna kalimat ini  : “ Al Khottoby dan (ulama) yang lain menyatakan : dalam kalimat ini terkandung adab dalam memuji Allah, yaitu dengan menisbatkan seluruh kebaikan-kebaikan berasal darinya, sedangkan kejelekan tidak dinisbatkan kepadanya, sebagai bentuk adab (kepada Allah). Adapun perkataan :

  وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ wajib ditafsirkan, karena berdasarkan madzhab ahlul haq sesungguhnya segala sesuatu yang terjadi berdasarkan perbuatan Allah dan ciptaanNya semuanya, baik ataupun buruk . Karena itu wajib ditafsirkan. Dalam hal ini ada 5 perkataan dari para ulama’ tentang tafsir perkataan ini :
1.   ‘Keburukan (kejahatan) tidaklah bisa digunakan untuk bertaqorrub kepadaMu’, penafsiran ini disebutkan oleh al-Kholil bin Ahmad, Nadhr bin Syumail, Ishaq bin Rahuyah, Yahya bin Ma’iin, Abu Bakr bin Khuzaimah, dan al-Azhary.
2.   ‘Tidaklah keburukan dinisbatkan kepadaMu dalam penyebutan tersendiri’. Sehingga tidaklah boleh dikatakan : Wahai Pencipta monyet dan babi, atau Wahai Tuhannya kejahatan, dan yang semisalnya walaupun tetap diyakini bahwa Allahlah Pencipta segala sesuatu dan Tuhan segala sesuatu sehingga keburukan juga masuk dalam keumumannya. Penafsiran ini disebutkan oleh AsySyaikh Abu Hamid dari al-Muzani.
3.   ‘Keburukan (kejahatan) tidaklah naik menujuMu, sesungguhnya yang naik kepadaMu adalah kalimat yang baik dan amal Sholih 21
4.   ‘Keburukan tidaklah berarti buruk jika dinisbatkan kepadaMu, karena sesungguhnya Engkau menciptakannya sesuai hikmah yang sempurna, keburukan itu hanyalah jika dinisbatkan kepada para makhluk’
5.   Pendapat al-Khottoby :seperti ucapan seseorang : Fulaan ilaa banii fulaan , yang artinya jika ia memilihnya 22 (artinya, Allah tidak memilihkan keburukan bagi hambaNya,-pen.)



Catatan Kaki:

4.  Secara lengkap, haditsnya adalah :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَبَّرَ فِي الصَّلاَةِ سَكَتَ هُنَيْة قَبْلَ أَنْ يَقْرَأَ فَقُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي أَرَأَيْتَ سُكُوْتكَ بَيْنَ التَّكْبِيْرِ وَاْلقِرَاءَةِ مَا تَقُوْلُ قَالَ أَقُوْلُ اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ اْلمَشْرِقِ وَاْلمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِاْلمَاءِ وَالثَّلْجِ وَاْلبَرَدِ
“ Dari Abu Hurairah beliau berkata : adalah Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam setelah bertakbir dalam sholat diam sejenak sebelum membaca (AlFatihah) maka aku bertanya : ‘Wahai Rasulullah, aku tebus dengan ayah dan ibuku, apa yang anda baca pada saat diam anda antara takbiratul ihram dengan membaca (AlFatihah)? Rasul menjawab : ‘Aku membaca : Allaahumma baa’id baynii wa bayna khotoyaaya kamaa baa’adta baynal masyriqi wal maghribi Allaahumma naqqinii min khotooyaaya kamaa yunaqqots tsaubul abyadlu minad danas Allaahummaghsilnii min khotooyaaya bil maa’i wats tsalji wal barodi”(H.R Bukhari-Muslim)

5. Syarhul Mumti’ ‘alaa Zaadil Mustaqni’, karya Syaikh al-Utsaimin juz 3 hal 37 cetakan AlMaktabatut Taufiqiyyah.

6. Subulus Salaam syarh Buluughil Maraam , karya Imam AsShon’aani juz 1 hal 165 cetakan AlHidaayah Surabaya.

7. Secara lengkap, haditsnya adalah :
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ إِذَا اسْتَفْتَحَ الصَّلاَةَ قَالَ سُبْحَانَكَ اللًّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلاَ إِلهَ غَيْرُكَ
“Dari ‘Aisyah beliau berkata : adalah Nabi Shollallaahu ‘alaihi wa aalihi wasallam jika beriftitah dalam sholat membaca : Subhaanakallaahumma wa bihamdika wa tabaarokasmuka wa ta’aala jadduka walaa ilaaha ghoyruka”(H.R Abu Dawud)

8. Tafsir AlQur’aanil ‘Adzhiim, karya Ibnu Katsir, juz 3 hal 302 (ketika menafsirkan surat Al-A’raaf ayat 47) cetakan Al-Maktabatut Taufiqiyyah, dan silakan disimak pula kitab AzZuhuud karya Ibnul Mubaarok dalam bab Sifatun Naar no. 411.

9. Syarhul Mumti’ ‘alaa Zaadil Mustaqni’, karya Syaikh al-Utsaimin juz 3 hal 34 cetakan AlMaktabatut Taufiqiyyah.

10. Secara lengkap, haditsnya adalah :
عَنِ بْنِ عُمَرَ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ نُصَلِّي مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  إِذَْ قاَلَ رَجُلٌ مِنَ اْلقَوْمِ اللهُ أَكْبَركَبِيْرًا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنِ اْلقَائِلِ كََلِمَةَ كَذَا وَكَذَا قَالَ رَجُلٌ مِنَ اْلقَوْمِ أَنَا يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ عَجِبْتُ لَهَا فُتِحَتْ لَهَا أَبْوَابَ السَّمَاءِ قاَلَ بْنُ عُمَرَ فَمَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلََّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  يَقُوْلُ ذلِكَ
Dari Ibnu Umar – semoga Allah meridlainya- ia berkata : ‘ Pada saat kami sedang sholat bersama Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wasallam tiba-tiba salah seorang berdoa (iftitah) : Allaahu Akbar Kabiiro Wal Hamdulillaahi Katsiiro wa Subhaanallaahi bukrotaw wa ashiilaa. Maka (setelah selesai sholat) Rasul bertanya : ‘Siapakah tadi yang mengucapkan doa begini…’, laki-laki yang mengucapkan tersebut mengatakan : ‘saya, wahai Rasulullaah’. Rasul bersabda : ‘Aku takjub dengan bacaannya, karena dengan bacaan tersebut dibukakan pintu-pintu langit’. Ibnu Umar berkata : ‘ Aku kemudian tidak pernah meninggalkan bacaan doa (iftitah) itu sejak aku mendengar Rasulullah –shollallaahu ‘alaihi wasallam- mengucapkan demikian’.

11. Lihat Aunul Ma’bud karya Abut Thoyyib Muhammad Syamsul Haq al-Adzhiim Aabadii bab Maa yastaftihusshollah minad duaa’a nomor 396.

12. Tafsir AlQur’aanil ‘Adzhiim, karya Ibnu Katsir juz 4 hal 306 cetakan  Al-Maktabatut Taufiqiyyah (ketika menafsirkan surat ArRa’d ayat 11)

13. Secara lengkap, haditsnya adalah :
عَنْ أَنَس أَنَّ رَجُلاً جَاءَ فَدَخَلَ الصَّفَّ وَقَدْ حَفَزَهُ النَّفْسُ فَقَالَ اْلحَمْدُ ِللهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ فَلَمَّا قَضَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاَتَهُ قَالَ أَيُّكُمْ اْلُمتَكَلِّمُ بِاْلكَلِمَاتِ فَأََََرَمَّ اْلقَوْمُ فَقَالَ أَيُّكُمُ اْلمُتَكَلِّمُ بِهَا فَإِنَّهُ لَمْ يَقُلْ بَأْسًا فَقَالَ رَجُلٌ جِئْتُ وَقَدْ حَفَزَنِي النَّفْسُ فَقُلْتُهَا فَقَالَ لَقَدْ رَأَيْتُ اثْنَيْ عَشَرَ مَلَكًا يَبْتَدِرُوْنَهَا أَيُّهُمْ يَرْفَعُهَا
Dari Anas : bahwasanya seorang laki-laki datang dan masuk ke dalam shof sholat dalam keadaan tergesa-gesa kemudian membaca doa (iftitiah) : Alhamdulillaahi hamdan katsiiron thoyyiban mubaarokan fiihi. Maka setelah menyelesaikan sholatnya, Rasulullah Shollallaahu ‘alahi wasallam bersabda : ‘ Siapakah tadi yang mengucapkan beberapa kalimat ?’ Semua terdiam. Kemudian Rasulullah bertanya lagi : ‘Siapakah yang tadi mengucapkannya. Sesungguhnya dia tidak mengucapkan suatu dosa’. Maka kemudian laki-laki tadi mengatakan : ‘Saya datang dalam keadaan tergesa-gesa kemudian mengucapkannya’. Rasululullah bersabda : ‘Sungguh aku telah melihat ada 12 Malaikat yang berebut untuk mengangkat kalimat itu ke langit’

14. Lihat Syarh AzZarqoni juz 2 hal 43 cetakan Daarul Kutub al-ilmiyyah Beirut, Haasyiah As Sindi juz 2 hal 132 cetakan Maktabul Mathbuu’aat al-Islamiyyah 

15. Lihat Fathul Baari karya Ibnu Hajar al-Asqolaani juz 2 hal 286 (13 juz) cetakan Daarul Ma’rifah Beirut

16. Tafsir al-Qur’aanil ‘Adzhiim karya Ibnu Katsir (ketika menafsirkan surat Al-A’raaf : 127) juz 3 hal 331 cetakan al-maktabah atTaufiqiyyah ta’liq dan takhrij hadits Haani al-hajj, silakan disimak pula Tafsir AtThobary juz 9 hal 24 cetakan Daarul Fikr Beirut tahun 1405 H.

17. Lihat AdDiibaaj juz 6 hal 296  cetakan Daaru Ibn Affan tahun 1416 H.

18. Namun musibah yang terjadi ada sebagian kaum muslimin yang mengikuti jejak orang-orang Nashrani ini dengan melakukan pengakuan dosa di hadapan orang lain, sebagaimana yang dilakukan oleh pengikut Islam Jama’ah (LDII). Jika ada di antara mereka yang berbuat dosa, mereka kemudian akan mendatangi Amiir atau pemimpinnya kemudian mengakui perbuatan dosanya, selanjutnya Amiir tersebut akan menetapkan kaffarat/ denda yang harus dibayarnya sesuai kadar dosa yang telah dilakukan. Subhaanallah, tidakkah kita takut termasuk AlMujaahiriin yang tidak termaafkan dosanya karena justru menceritakan kepada orang lain ? Tidakkah mereka tahu bahwa hanya Allahlah saja yang bisa mengampuni dosa seorang hamba ?
            Perbuatan tersebut selain merupakan sikap  tasyabbuh (menyerupai perilaku orang-orang kafir) yang dilarang juga termasuk Al Mujaahiriin. Karena itu, jika di antara kita ada yang pernah terjerumus padanya, hendaknya kita bertaubat kepada Allah dengan sebenar-benarnya taubat, serta menerangkan kepada kaum muslimin tentang kesalahan perbuatan itu sebagai bentuk taubat tersebut, sesungguhnya Allah adalah Yang Maha menerima Taubat lagi Maha Pengasih bagi hambaNya.

19. Ihtimaal : Memberi maaf dan menahan diri dari marah ( lihat kitab atTa’aarif karya Abdur Rouf alManaawi)

20.Jaami’ul ‘Uluum wal Hikaam karya Ibnu Rajab juz 1 hal 454-457 cetakan Muassasatur Risaalah tahun 1413 H.

21. Sesuai dengan firman Allah :
إِلَيْهِ يَصْعَدُ اْلكَلِمُ الطَّيِّبُ وَاْلعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ ( فاطر :10)
“KepadaNyalah naik kalimat yang baik, dan amal sholih diangkatNya “ (Q.S Faathir :10)

(Abu Utsman Kharisman)
Referensi :
http://itishom.web.id

Tidak ada komentar:

Dipersilahkan mencari artikel blog ini