Bulan Ramadhan telah datang. Bulan yang oleh Allah subhanahu wata'ala dihimpun di dalamnya rahmah (kasih sayang), maghfirah (ampunan), dan itqun minan naar  (terselamatkan dari api neraka). Bulan Ramadhan juga disebut dengan  "shahrul Qur'an", bulan diturunkannya al-Qur'an yang merupakan lentera  hidayah ketuhanan yang sangat dibutuhkan umat manusia dalam membedakan  mana yang baik dan mana yang buruk serta mana jalan yang benar dan mana  jalan yang sesat.
Melalui puasa Ramadhan,  Allah SWT menguji hamba-Nya untuk mengendalikan nafsu dan perutnya,  serta memberikan kesempatan kepada kalbu untuk menembus wahana kesucian  dan dan kejernihan rabbani. Puasa Ramadhan merupakan pokok pembinaan  iman Islami, untuk menyempurnakan amal ibadah, untuk mendapatkan maghfirah (ampunan) dan ridlwan (keridlaaan) dari Allah Yang Maha Agung.     Ibnu  Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa Allah SWT mengistemewakan  bulan Ramadhan di atas bulan-bulan lainnya dengan menurunkan Al-Qur'an  di dalamnya. Bahkan dalam riwayat-riwayat mashur juga dikatakan bahwa  kitab-kitab suci yang diturunkan kepada nabi-nabi terdahulu juga  diturunkan pada bulan Ramadhan. Kitab nabi Ibrahim (suhuf)  diturunkan pada malam pertama bulan Ramadhan, kitab Zabur diturunkan  kepada nabi Dawud pada malam kedua belas bulan Ramadhan, kitab Taurat  diturunkan kepada nabi Musa pada malam keenam bulan Ramadhan dan kitab  Injil kepada nabi Isa diturunkan pada malam ketiga belas bulan Ramadhan.  Kitab-kitab tersebut merupakan petunjuk bagi umat manusia ke jalan yang  benar dan penyelamat dari jalan yang sesat. 
Maka bulan Ramadhan dalam  sejarahnya merupakan bulan dimulainya gerakan membasmi kemusyrikan di  muka bumi, menghancurkan kekufuran, menepis kedengkian,  melawan kebatilan dan kemungkaran, hawa nafsu serta kesombongan.
Ramadhan  pada masa ini merupakan media utama pembinaan iman seorang mukmin,  melalui ibadah puasa yang mempunyai dimensi pelatihan fisik (jasadiyah) dan metafisik (ruhiyah) yang diharapkan akan mengantarkannya menjadi seorang muslim yang sempurna. Firman Allah SWT dalam QS Al Baqarah: 183-185, kutiba alaikumush shiyam (telah difardhukan puasa atasmu), dan faman syahida min kumusy syahra fal yashum  (maka barangsiapa di antara kamu menyaksikan hilal bulan Ramadhan, maka  berpuasalah), merupakan dalil pokok bagi kewajiban berpuasa.
Puasa  Ramadhan juga merupakan pengendalian diri dari hegemoni nafsu syahwat  dan pemisahan diri dari kebiasaan buruk dan maksiat, sehingga memudahkan  bagi seorang hamba untuk menerima pancaran cahaya ilahiyah. Fakhruddin  al-Razi menjelaskan dalam tafsirnya Mafatihul Ghaib, bahwa  cahaya ketuhanan tak pernah redup dan sirna, namun nafsu syahwat  kemanusiaan sering menghalanginya untuk tetap menyinari sanubari  manusia, puasa merupakan satu-satunya cara untuk menghilangkan  penghalang tersebut. Oleh karena itu pintu-pintu mukashafah (keterbukaan) ruhani tidak ada yang mampu membukanya kecuali dengan puasa. 
Imam Al-Ghazali menerangkan bahwa puasa adalah seperempat iman, berdasar hadis Nabi: Ash shaumu nisfush shabri, dan hadis Nabi saw: Ash Shabru Nisful Iman. Puasa itu seperdua sabar, dan sabar itu seperdua iman. Dan  puasa itu juga ibadah yang mempuyai posisi istimewa di mata Allah.  Allah berfirman dalam hadis Qudsi: "Tiap-tiap kebajikan dibalas dengan  sepuluh kalilipat, hingga 700 kali lipat, kecuali puasa, ia untuk-Ku,  Aku sendiri yang akan membalasnya". 
Imam Ghozali juga menjelaskan bahwa puasa mempunyai tiga tingkatan.
Pertama puasa kalangan umum, yaitu menjaga perut dan alat kelamin dari memenuhi shawatnya sesuai aturan yang ditentukan.
Kedua adalah puasa kalangan khusus, yaitu selain puasa umum tadi dengan disertai menjaga pendengaran, penglihatan, mulut, tangan dan kaki serta seluruh anggota tubuh lainnya dari perbuatan maksiat.
Ketiga, yang paling tinggi, adalah puasa kalangan khususnya khusus, yaitu puasa dengan menjaga hati dan pemikiran dari noda-noda hati yang hina dan dari hembusan pemikiran duniawi yang sesat serta memfokuskan keduanya hanya kepada Allah. Inilah puncak kontemplasi hamba dengan Allah SWT.
Marilah  kita bersiap-siap memasuki bulan Ramadhan ini dengan kesiapan diri yang  prima, dengan perasaan yang tulus ikhlas untuk menjalankan  ibadah-ibadah di bulan Ramadhan. Marilah kita mantapkan hati dan jiwa  kita dalam memperoleh kemuliaan puasa Ramadhan, sehingga mengantarkan  kita pada satu format kehidupan yang lebih baik. Bulan Ramadhan kita  jadikan momentum pembersihan diri dari dosa dan angkara murka dan  penyadaran hati nurani kemanusiaan kita. Puasa jangan hanya kita  laksanakan dengan menahan diri untuk tidak makan dan minum, namun yang  paling substansial adalah menjadikannya upaya pengekangan diri dari  segala bentuk hawa nafsu yang merugikan manusia dan kemanusiaan itu  sendiri.
Puasa  Ramadhan merupakan kesempatan bagi umat Islam untuk meningkatkan  kualitas dimensi keagamaannya. 
Pertama, dimensi teologis dan  spiritualitas yang tercermin dalam komunikasi antara manusia dan  Tuhannya, sehingga memungkinkan dalam diri semakin berkembang  sifat-sifat ketuhanan yang sebenarnya sudah kita miliki, yakni  sifat-sifat positif untuk berbuat kebajikan dan tertanam kepekaan hati  nurani dlam bertingkah laku.
Kedua,  dimensi sosial. Yaitu tumbuhnya kesadaran sosial dalam batin kita untuk  peduli bukan saja pada hal yang hanya berkaitan dengan aspek  transendental dan ritual keagamaan, tetapi juga peduli dengan  aspek-aspek sosial kemanusiaan. Kepedulian sosial bisa direfleksikan  dengan keprihatinan terhadap kondisi sosial yang terdapat dalam realitas  empiris. Kualitas kesadaran batin dapat diukur dengan tingkat  kepedulian terhadap realitas sosial tersebut, seperti ketaatan kepada  pemimpin, hormat dan berbakti kepada orang tua, menyantuni anak yatim  dan orang-orang miskin, membela orang yang tertindas hak dan  martabatnya, keberanian melakukan kontrol sosial dalam kehidupan  bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Ketiga,  dimenisi mental. Dengan berpuasa akan terwujud dalam diri kita mental  tegar dan tahan banting, sehingga mampu untuk mengahadapi berbagai  tantangan, cobaan, godaan, dan ujian dalam kehidupan ini. Kita  senantiasa mampu untuk optimistis dalam berikhtiar dan berusaha untuk  meraih kehidupan yang lebih baik dengan tetap mengacu pada nilai-nilai  etika dan moral agama. Puasa juga akan melatih mentalitas kita untuk  sportif dan jujur dalam menerima amanat dan mengemban tugas, menjauhi  sikap pengecut dan khianat dan tidak mudah mengumbar emosi amarah dan  permusuhan. 
Keempat,  dimensi etika. Dengan menjalankan ibadah puasa Ramadhan dengan benar  dan berkualitas, maka akan tercermin dalam diri kita nilai-nilai etika  dan moral agama yang sangat positif untuk diaktualisasikan dalam pola  kehidupan kita sehari-hari, seperti: 
(1) kemampuan menghadirkan  alternatif-alternatif terbaik, dalam pola berpikir, bersikap, dan bertingkah laku; 
(2) kemampuan dalam mengendalikan diri terhadap  keinginan-keinginan negatif, subjektivitas, maupun emosional destruktif.  Dan kemampuan mengarahkan diri sendiri kepada kebenaran, sifat obyektif  dan konstruktif; 
(3) kemampuan untuk menahan diri dari jebakan  materialistik dan hedonistik; 
(4) kemampuan moralitas dalam melakukan  tugas dan kewajiban melalui pertimbangan rasionalitas dan hati nurani.
Puasa Ramadhan dan serangkaian ibadah lain yang menyertainya selama sebulan penuh, merupakan "kawah condrodimuko" bagi seorang Muslim. Bulan Ramadhan adalah bulan untuk mendidik, melatih, menggembleng kepribadian seorang muslim untuk menjadi lebih baik dan pada gilirannya untuk menjadi seorang muslim yang sejati.
Rasulullah saw. bersabda: 'Rugilah seorang hamba yang menemukan bulan Ramadhan dan ia tidak mendapatkan ampunan-Nya".
Wallahu a'lam

 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar