Prof. DR. Muhammad Quraish Shihab lahir di  Rappang (Sulawesi Selatan) pada 16 Februari 1944. Beliau seorang cendekiawan  muslim dalam ilmu-ilmu Al Qur’an dan pernah menjabat Menteri Agama pada  Kabinet Pembangunan VII (1998).
Beliau berasal dari keluarga keturunan Arab yang terpelajar. Ayahnya,  Prof. Abdurrahman Shihab adalah seorang ulama dan guru besar dalam  bidang tafsir. Abdurrahman Shihab dipandang sebagai salah seorang ulama,  pengusaha, dan politikus yang memiliki reputasi baik di kalangan  masyarakat Sulawesi Selatan.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Makassar (dulu Ujung  Pandang), Beliau melanjutkan pendidikan menengahnya di Malang, sambil  “nyantri” di Pondok Pesantren Darul-Hadits Al-Faqihiyyah. Melihat bakat bahasa arab yang dimilikinya, dan ketekunannya untuk  mendalami studi keislaman, Beliau beserta adiknya (Alwi Shihab) dikirim  oleh ayahnya ke Al-Azhar Cairo. Mereka berangkat ke Kairo pada 1958,  saat  usianya baru 14 tahun, dan diterima di kelas dua I’dadiyah Al Azhar (setingkat SMP/Tsanawiyah di Indonesia).
Pada 1967, Beliau meraih gelar Lc (S-1) pada Fakultas Ushuluddin  JurusanTafsir dan Hadis Universitas Al-Azhar. Kemudian Beliau melanjutkan  pendidikannya di fakultas yang sama, dan pada 1969 meraih gelar MA untuk  spesialisasi bidang Tafsir Al-Quran dengan tesis berjudul “al-I’jaz at-Tasryri’i Al-Qur’an Al-Karim (Kemukjizatan Al-Qur’an Al-Karim dari Segi Hukum)”.
Sekembalinya ke Makassar, Beliau dipercaya untuk menjabat  Wakil Rektor bidang Akademis dan Kemahasiswaan pada IAIN Alauddin. Ia  juga terpilih sebagai Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Wilayah VII  Indonesia Bagian Timur).
Pada 1980, Beliau kembali ke Kairo dan melanjutkan  pendidikannya di almamaternya yang lama, Universitas Al-Azhar. Beliau hanya  memerlukan waktu dua tahun untuk meraih gelar Doktor dalam bidang  ilmu-ilmu Al-Quran. Dengan disertasi berjudul “Nazhm Al-Durar li Al-Biqa’iy, Tahqiq wa Dirasah (Suatu Kajian dan Analisa terhadap Keotentikan Kitab Nazm ad-Durar Karya al-Biqa’i)”, Beliau berhasil meraih gelar ktor dengan yudisium Summa Cum Laude disertai penghargaan tingkat I (mumtat ma’a martabat al-syaraf al-’ula).
Sekembalinya ke Indonesia, sejak 1984, Beliau ditugaskan di  Fakultas Ushuluddin dan Fakultas Pasca-Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah,  Jakarta. Di sini ia aktif mengajar bidang Tafsir dan Ulum Al-Quran di  Program S1, S2 dan S3 sampai tahun 1998.
Beliau bahkan dipercaya menduduki jabatan sebagai Rektor IAIN  Jakarta selama dua periode (1992-1996 dan 1997-1998). Setelah itu ia  dipercaya menduduki jabatan sebagai Menteri Agama selama kurang lebih  dua bulan di awal tahun 1998, hingga kemudian Beliau diangkat sebagai Duta  Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk negara  Republik Arab Mesir merangkap Republik Djibouti yang berkedudukan di  Kairo.
Beliau juga dipercaya untuk menduduki berbagai jabatan lain, antara lain:  Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, anggota Lajnah  Pentashih Al-Quran Departemen Agama, dan anggota Badan Pertimbangan  Pendidikan Nasional. Beliau juga banyak terlibat dalam beberapa organisasi  profesional, antara lain: Pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu Syari’ah,  Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Departemen Pendidikan dan  Kebudayaan, dan Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia  (ICMI).
Aktivitas lainnya yang Beliau lakukan adalah sebagai Dewan Redaksi Studia  Islamika: Indonesian journal for Islamic Studies, Ulumul Qur ‘an,  Mimbar Ulama, dan Refleksi jurnal Kajian Agama dan Filsafat. Beliau sela-sela segala kesibukannya itu, Beliau juga terlibat dalam berbagai kegiatan ilmiah di dalam maupun luar negeri.
Di samping kegiatan tersebut di atas, Beliau juga dikenal  sebagai penulis dan penceramah yang handal, termasuk di media televisi. Beliau diterima oleh semua lapisan masyarakat karena mampu menyampaikan  pendapat dan gagasan dengan bahasa yang sederhana, dengan tetap lugas,  rasional, serta moderat. Beliau memang bukan satu-satunya pakar Al-Qur’an di  Indonesia, tetapi kemampuannya menerjemahkan dan menyampaikan  pesan-pesan Al-Qur’an dalam konteks kekinian dan masa post modern  membuatnya lebih dikenal dan lebih unggul daripada pakar Al-Qur’an  lainnya.
Dalam hal penafsiran, Beliau cenderung menekankan pentingnya penggunaan  metode tafsir maudu’i (tematik), yaitu penafsiran dengan cara menghimpun  sejumlah ayat Al-Qur’an yang tersebar dalam berbagai surah yang  membahas masalah yang sama, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh  dari ayat-ayat tersebut dan selanjutnya menarik kesimpulan sebagai  jawaban terhadap masalah yang menjadi pokok bahasan. Menurutnya, dengan metode ini dapat diungkapkan pendapat-pendapat  Al-Qur’an tentang berbagai masalah kehidupan, sekaligus dapat dijadikan  bukti bahwa ayat Al-Qur’an sejalan dengan perkembangan iptek dan  kemajuan peradaban masyarakat.
Beliau banyak menekankan perlunya memahami wahyu Ilahi secara  kontekstual dan tidak semata-mata terpaku pada makna tekstual agar  pesan-pesan yang terkandung di dalamnya dapat difungsikan dalam  kehidupan nyata. Beliau juga banyak memotivasi mahasiswanya, khususnya di  tingkat pasca sarjana, agar berani menafsirkan Al-Qur’an, tetapi dengan  tetap berpegang ketat pada kaidah-kaidah tafsir yang sudah dipandang  baku.
Menurutnya, penafsiran terhadap Al-Qur’an tidak akan pernah berakhir.  Dari masa ke masa selalu saja muncul penafsiran baru sejalan dengan  perkembangan ilmu dan tuntutan kemajuan. Meski begitu Beliau tetap  mengingatkan perlunya sikap teliti dan ekstra hati-hati dalam  menafsirkan Al-Qur’an sehingga seseorang tidak mudah mengklaim suatu  pendapat sebagai pendapat Al-Qur’an. Bahkan, menurutnya adalah satu dosa besar bila seseorang mamaksakan pendapatnya atas nama Al-Qur’an.
Beberapa buku karya M. Quraish Shihab:
1. Tafsir Al-Mishbah
2. Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat
3. Membumikan Al-Qur’an
4. Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan
5. Lentera Al-Qur’an
6. Filsafat Hukum Islam
7. Secercah Cahaya Ilahi: Hidup Bersama Al-Qur’an
8. Pengantin Al-Qur’an
9. Tafsir Al-Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya
10. Logika Agama: Kedudukan Wahyu dan Batas-Batas Akal dalam Islam

 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar